Saya gazali harun dan Syafwan Muktar duduk duduk sambil minum kopi, dari bibirnya terucap kata kata.
Secara Akademik kemiskinan ini belum ada suatu data terukur seberapa jauh tingkat kemiskinan(poor) seseorang, namun ukuran untuk segi politisi mungkin kita sepakat bahwa kemiskinan itu identik dengan kekurangan dari segala lini kehidupan baik kurang dari segi materil maupun adakalanya jatuh dari segi moril apa arti semua ini? kemiskinan terjadi karena percaturan kehidupan yang kontiniu atau berkelanjutan dimana terdapatnya suatu pendegradasian pengadilan dalam rangka untuk pemenuhan kebutuhan baik ditingkat individu maupun ditingkat golongan.
Didalampemenuhan kebutuhan secara materi baik ditingkat individu maupun ditingkat golongan memang jalan yang ditempuh untuk mencapainya sungguh sangat berliku liku entah karena barang itu langka entah harganya mahal sehingga untuk mendapatkannya butuh pengorbanan yang besar baik tenaga maupun pikiran, kesemua ini adakah kita sebagai insan yang hidup di atas dunia merasakannya?
Persoalan ini tentu semua dapat merasakannya,diantaranya ada yang berjuang dimasing masing kegiatan sesua dengan profesinya.
Bila bicara soal profesi kita berasosiasi tentang pekerjaan di masing masing profesi tersebut baik pada tingkat pemerintah maupun swasta, apa hubungannya dengan kemiskinan?
Dari profesi kita bisa memprediksi tingkat pendapatan dari masing masing pelaku ekonomi secara individu, kalau di Indonesia untuk tingkat pendapatan perkapita masih termasuk pada golongan pendapatan negara miskin karena hasil akumulasi pendapatan pekerjaan hanya sebatas ambang konsumsi primer yaitu pendapatan habis untuk dikomsumsi guna penyambung hidup untuk esoknya.
Pemandangan ini menurut hemat penulis sejak Indonesia dijajah oleh imprealisme barat sampai saat ini masih banyak terdapat kaum marginal bergentayangan mencari dan mencari siapa yang bertanggung jawab atas penderitaan ini, diserahkan nasib pada pemerintah, pemerintah hanya bisa membantu sebatas bantuan langsung tunai (BLT).apakah ini yang dinamakan problema kehidupan atau sudah nasib?
Seiring dengan ini timbul pertanyaan yang menggelayut dihati masing masing setiap nyawa yang berteduh dibawah payung Panji Negara Indonesia ini.
Sebagai penghuni bumi Indonesia yang serba penuh dilema ini tentu konsen pemikiran dalam berkegiatan ekonomi hanya sebatas bagai mana menyeimbangkan tingkat kebutuhan sehari hari dengan jumlah penerimaan baik itu dari hasil dari sebagai petani, buruh, nelayan, pedagang kaki lima, dan macam pekerjaan dengan penghasilan dibawah kebutuhan Fisik Minimum (KIM) bahkan akumulasi dari pendapatan ini minus dari KIM.
Sudah banyak pakar ekonomi membahas masalah kesejahteraan kaum marginal ini tapi keadaan bukannya berubah melainkan kondisi semakin runyam dan bahkan semakin melebarnya luka luka ekonomi marginal dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya yang pada gilirannya ekonomi marginal ini akibat kekurangannya akses kedalam percaturan ekonomi excelent maka derajat moril turun sampai ketitik nadir sebagai makhluk sosial dan terjadinya jurang pemisah antara pelaku ekonomi ditingkat excelent dengan pelaku ekonomi di tingkat maha sudra(kasta terendah di India;red) bahkan telah tercipta suatu kelas ekonomi hasil bentukan dari ekonomi excelent tersebut baik itu individu maupun golongan sehingga melahirkan suatu eksplorasi kebutuhan yang saling keterkaitan dimana pihak ekonomi excelent sebagai pengguna jasa sekaligus dengan powernya melanggengkan eksistensi owner-nya.
Inilah yang terpatri kuat oleh ekonomi excelent sejak Negara Indonesia dipenuhi oleh imperialis imperialis barat, Tiga setengah abad yang lalu dan sampai saat ini masih kita rasakan dan saksikan sisa sisa dari imperialisme itu yang teralealisasi dalam kehidupan anak bangsa yaitu dalam bentuk kebodohan, ketertinggalan, keterbelakangan bahkan tak tahu lagi Arti sebuah kehidupan yang merdeka.
Bertolak dari Indonesia merdeka tahun 1945 perlu kita bertanya pada diri kita sendiri baik itu pertanyaan tentang kehidupan politik, budaya, hukum,ekonomi dan lain sebagainya terutama masalah ekonomi yang berkaitan dengan kemerdekaan ekonomi baik secara individu maupun ditingkat golongan.
Menurut hemat penulis tentang kemerdekaan ekonomi bila dilihat dalam kehidupan sehari hari dapat kita buktikan dan saksikan dinegeri ini, kita ambil event yang terkecil yaitu pedagang kaki lima, dimana pedagang kaki lima ini adalah pelaku usaha penunjang yang sangat vital untuk usaha kecil apakah mereka dapat perlindungan hukum saat mereka melakukan aktifitas sehari hari-hari???
Mereka hanya dianggap sebagai penghalang bagi kegiatan ekonomi excelent dan bahkan mereka digusur dari bekas lahan yang mereka rintis bertahun tahun dengan keringat dan deraian air mata dengan tanpa disadari sudah berdiri pusat pusat ekonomi bertaraf ekslusif yang hanya dapat dijangkau oleh ekonomi ekselen saja apakah ini tidak melanggar kemerdekaan individu pelaku ekonomi? atau telah terjadi perampasan hak ekonomi marginal.
Kalau menurut prinsip ekonomi kerakyatan sebenarnya pilar utama dari kegiatan roda perekonomian suatu Negar di dominasi oleh atau ditopang dari sektor ekonomi marginal atau sektor UKM, tapi karena sebuah kebijakan yang tidak berpihak pada ekonomi marginal yang hanya mementingkan sektor ekonomi excelent dimana didominasi oleh segelintir kumpulan individu yang berbentuk company dengan mempergunakan power institusi pemerintah yang mempermainkan bola bola ekonomi marginal.
Dari" pergumulan ini terdapat dua kekuatan ekonomi, satu kekuatan ekonomi berbasis kultur tradisional tidak terkoordinir dengan baik tapi mempunyai akses sangat vital demi kelancaran roda roda ekonomi excelent yang berbentuk jasa tenaga, dilain pihak dimana ekonomi excelent didukung oleh capital yang kuat mempergunakan ekonomi marginal dalam rangka interaksi baik itu berbentuk materilmaupun dari segi moril, didalam berinteraksi inilah ekonomi ekselen sering lupa bahwa kegiatan ekonomi ekselen sebetulnya ekonomi marginalah yang bersentuhan langsung dengan produk yang diingini oleh ekonomi ekselen tapi karena manusia selalu berkeinginan tidak puas maka jalan untuk pemuasnya adalah dengan menindih kemerdekaan ekonomi marginal, dan tidak ada salahnya kita melirik sendiri teori yang di kemungkan oleh Michael Sheracten dalam buku terjemahan bahasa Indonesia berjudul aset untuk orang miskin berbunyi "Dalam masyarakat,kelompok, kelas bawah tidak bisa begitusa saja dianggap rendah dibawah level tertentu,dilihat sumbangan usaha mereka yang besar terhadap kejayaan kelompok kelas menengah.
Jika tidak ada kelompok kelas bawah yang berfikir untuk bangkit atau takut gagal ditengah tengah masyarakat, (dan) jika dunia industri tidak memberikan hasil sepadan kelompok menengah tidak akan menjadi sukses seperti sekarang ini"apa yang bisa kita cerna dari yang di kemungkan oleh sheraden yakni adanya suatu kearifan percaturan kegiatan ekonomi ini baik setingkat individu dan golongan dalam mewujudkan negara kemakmuran berbasis ekonomi kerakyatan dan tidak membedakan atau memisahkan antara yang lemah dengan yang kuat dan hal ini tentu cocok sekali pesan yang dirilis oleh UUD 2946 pasal 33 ayat(4) perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, tutup Gazali harun.
Ditulis Oleh: Gazali Harun
0 Komentar